Breaking News
Loading...
Sunday, December 16, 2012

Permasalahan epidemi HIV & AIDS sudah kerap kali diperbincangkan dan sudah sekian kalinya pula diperingati pada setiap tanggal 1 Desember yang dikenal sebagai Hari AIDS se- Dunia (HAS). Seiring itu pula pemahaman  tentang HIV dan AIDS meningkat di kalangan masyarakat ataupun pemangku kepentingan. Agaknya yang perlu digalang secara terus menerus  adalah kepedulian akan ancaman virus HIV ini. Semua orang bisa terkena dan tidak ada satu jengkal bagian di dunia ini yang terbebas dari padanya.
Berbagai upaya terus dilakukan sembari menekan stigma AIDS itu sendiri. Karena AIDS bukan lagi monopoli bagi sekelompok masyarakat, semuanya bisa tersuspect. Maka tidaklah mudah bila kepedulian masyarakat tidak segera dibangun secara dini untuk partisipasi guna melindungi dirinya sendiri. Itulah kenapa setiap tahunnya peringatan Hari AIDS se-Dunia selalu di jadikan momentum kebangunan agar semua unsur masyarakat tetap peduli memerangi dan melindungi diri dari ancaman virus berbahaya tersebut.
Angka kasus HIV dan AIDS di Indonesia terus meningkat. Mengutip data yang disampaikan oleh Nafsiah Mboi bahwa jumlah kasus HIV dan AIDS dalam lima tahun terakhir cenderung meningkat. Pada 2009, jumlah penderita HIV mencapai 9.793 dan AIDS 3.863. Angka ini meningkat pada 2010 dengan penderita HIV 21.591 dan AIDS 5.744. Kemudian pada 2011 menjadi HIV 21.031 dan AIDS 4.162. Pada 2012 angka ini masih bisa terus meningkat  jika masalah seks berisiko tidak segera diatasi. Hingga Mei 2012, jumlah penderita HIV tercatat 5.991 dan AIDS 551. Angka ini disumbang oleh semua kota provinsi di Indonesia tidak terkecuali Provinsi Jawa Tengah.
Menurut data jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis pekerjaan di Indonesia hingga Juni 2012, kasus AIDS terbesar adalah pelaku bisnis atau wiraswasta. Disusul berikutnya oleh ibu rumah tangga. Definisi ibu rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah seorang perempuan yang mengatur penyelengggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga, istri (ibu) yang hanya mengurus berbagai pekerjaan di rumah tangga (misalnya tidak bekerja di kantor). Dan ironisnya penderita  dari kelompok ini adalah mereka, ibu rumah tangga yang kadang tidak tahu apa-apa dan aktifitasnya pun sangat normatif. Bisa jadi mereka tertular karena virus ini dibawa oleh para suami yang memiliki aktifitas seks beresiko tinggi.
Pada Pernas AIDS di Jogjakarta Oktober 2011, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Nafsiah Mboi mengatakan strategi pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual akan difokuskan pada laki-laki berisiko tinggi.
Disebutkan  dengan istilah upaya pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual paripurna yang berfokus pada perlindungan laki-laki dari penularan HIV.
Sedangkan dewasa ini kita memahami paradigma  yang diarahkan untuk lebih memperhatikan HIV dan AIDS sebagai epidemi, stigma penyakit ini serta membantu meningkatkan pengakuan akan masalahnya sebagai sebuah penyakit keluarga. Sekarang kita disadarkan bahwa  pencegahan dan penanggulangannya  tidak hanya terfokus pada satu atau dua kategori populasi saja.  Faktanya penyakit AIDS kini sudah memasuki sendi-sendi kehidupan keluarga di Indonesia. Dari waktu ke waktu angka kasusnya kian bertambah. Setiap orang bisa menghindarinya bila secara aktif berpartisipasi memahami dan mengerti cara penularan dan pencegahnnya.
Leading sector peringatan HAS 2012 yang dilaksanakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bertujuan untuk mempercepat respon masyarakat terhadap HIV dan AIDS yang berfokus pada perlindungan perempuan dan perlindungan anak, mencegah infeksi baru, meningkatkan akses pengobatan dan mengurangi dampak dari AIDS dengan mengangkat tema besar “Lindungi Perempuan dan Anak dari HIV dan AIDS”.
Gagasan ini dimaksudkan pula sebagai upaya peningkatan partisipasi laki-laki dalam pemenuhan hak reproduksi perempuan. Laki-laki diharapkan lebih memiliki peran pentingnya dalam  menjaga kesehatan reproduksi dirinya sendiri maupun pasangannya. Peran laki-laki dalam mendukung kesehatan reproduksi perempuan yang lebih besar tentu akan mengubah keterlibatannya yang sampai saat ini masih membatasi kesehatan dan hak-hak reproduksi perempuan. Di yakini pula bahwa laki-laki berpotensi besar terhadap penularan HIV dan AIDS dibanding perempuan. Pasalnya tingkat mobilitas laki-laki lebih tinggi, sehingga secara diam-diam dan nyata dianggap sebagai faktor penular yang berhasil baik secara biologis maupun sosial. Disamping itu laki-laki memiliki kekuasaan yang tak sebanding perempuan dalam membeli dan melakukan aktifitas seks bebas.
Meski demikian, kita semua masih harus menempuh jalan panjang untuk mencapai pemahaman yang sama untuk mendukung partisipasi tersebut. Salah satu promosi kesehatan untuk mencegah transmisi HIV adalah memakai kondom. Sering kali kampanye penggunaan kondom di tuduh sebagai promosi seks bebas. Sebagian masyarakat ada yang ‘ngebayah uyah’ perihal promosi pemakaian kondom. Padahal di dalam situasi yang sekarang ini dimana masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap seks berisiko dan  tingginya penularan HIV dan AIDS, tidak lain disebabkan oleh banyaknya laki-laki dewasa yang memelihara kebiasaan belanja seks dan kurangnya penggunaan kondom. Selama ini program promosi kondom sebenarnya hanya dilakukan secara berbatas melalui kerja sama masyarakat, LSM, tokoh masyarakat dan perusahaan melalui program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS  di tempat kerja.
Kadang hanya akan menjadi retorika kembali bila promosi penggunaan kondom dikalangan terbatas dan sosialisasi dalam kurikulum pendidikan diterapkan. Sementara di tengah iklim melek informasi, ada masyarakat yang terlanjur tergesa-gesa menstigma bahwa kondom adalah pemicu seks bebas. Padahal perlindungan terhadap laki-laki berdampak pada perlindungan perempuan dari HIV dan anak-anak bayi dari virus tersebut. Sehingga selama ini fokus promosi pencegahan dan penanggulangannya hanya bisa dilakukan di area lokalisasi untuk menggunakan pengaman saat melakukan hubungan seks agar potensi penyebaran virus itu dapat diminimalisasi.
Menjadi pertanyaan bersama bila hal yang dilematis itu  masih terus dipertentangkan dan sementara angka prevalensinya terus meningkat. Berdasarkan penelitian Kemenkes, tanpa peningkatan program yang tepat, maka pada tahun 2014 jumlah Orang dengan HIV AIDS (Odha) bisa mencapai 648.322 dan meningkat menjadi 1,8 juta pada 2025. Sedangkan bila program penanggulangan dan pencegahan  yang tepat dapat dilaksanakan maka jumlah Odha pada 2014 bisa ditekan menjadi 244.103 dan menurun menjadi 178.911 pada 2025. Lebih jauh lagi Menkes Nafsiah Mboi menyebutkan : "Jika program penanggulangan dan pencegahan HIV dan AIDS mendapat dukungan penuh masyarakat, bukan tidak mungkin angka Odha akan menyentuh nol persen,".
Suatu hal yang mulia bila mana setiap masyarakat  telah mencoba memahami dan menempatkan permasalahan AIDS sebagai tanggung jawab bersama.  Sehingga ujung-ujungnya akan sangat efektif karena anggota masyarakat  telah memiliki kesadaran bahwa  di dalam dirinya melekat  hak dan kewajiban sebagai fungsi kontrol  penyebaran penyakit ini. Kultur budaya di Indonesia yang sangat mengakomodasi ketahanan keluarga dan agama tetap menjadi acuan secara tegas dalam mengerem laju epidemi ini. Bertindak menjauhi seks beresiko, setia kepada pasangan dan  yang lebih penting lagi adalah memiliki sikap terbuka pada setiap ide perubahan  dalam upaya pencegahan dan penanggulangannya. arko@Kalandara

0 komentar:

Post a Comment

kalandara_org@yahoo.com

Powered By Blogger