Breaking News
Loading...
Thursday, December 15, 2011

AIDS dan Dunia Kerja
Peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) yang jatuh pada tanggal 1 Desember diperingati untuk menumbuhkan kesadaran terhadap epidemi AIDS di seluruh dunia. Kegiatan ini pertama kali  digagas pada pertemuan menteri kesehatan sedunia mengenai program-program untuk pencegahan AIDS tahun 1988. Dan sejak saat itulah, HAS mulai diperingati oleh pemerintah, LSM dan berbagai yayasan amal di seluruh dunia. Di tahun 2011 ini,  peringatan HAS mengusung tema “Lindungi Pekerja dan Dunia Usaha dari HIV dan AIDS”. Dengan sub tema  penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja sebagai bagian dari upaya peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pada awalnya  epidemi HIV dan AIDS menjadi urusan sebagian orang saja yang di anggap sebagai bagian dari dampak aktifitas seksual/narkoba. Tetapi perkembangan  dewasa ini kita tidak bisa lagi menganggap bahwa HIV dan AIDS adalah penyakit dari golongan atau masyarakat tertentu. Faktanya, di seluruh dunia bahkan di semua provinsi di Indonesia tidak ada satupun wilayah yang bebas dari HIV dan AIDS. Sehingga tanggung jawab untuk pencegahan dan penanggulangannya  membutuhkan peran serta seluruh  masyarakat.
Merujuk data angka penderitanya maka sebagian besar adalah berusia produktif (20 – 49 tahun). Dan kecenderungannya  dari tahun ke tahun angka ini semakin meningkat tajam. Padahal upaya untuk sosialisasi pencegahan dan penanggulangannya sudah di lakukan oleh Komisi Penanggulangan AIDS/KPA  dan berbagai organisasi masyarakat /LSM. Melihat kondisi yang seperti ini  maka patutlah kalau kita bertanya kepada diri sendiri,  harus bagaimanakah agar generasi manusia ini tidak hancur karena virus HIV. Metode seperti apa yang efektif untuk segera menghambat laju epidemi ini.
Selama ini program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS sering  di tujukan kepada mereka yang berprofesi sebagai wanita pekerja seksual/WPS. Setelah sekian  tahun program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS yang berfokus kepada WPS itu di lakukan ternyata angka prevalensi penderitanya tidak menurun tapi malah meningkat. Kampaye penggunaan kondom sebagai alat kesehatan yang hingga dewasa ini di percaya sebagai alat yang cukup ampuh untuk mencegah transmisi virus, ternyata belum optimal.
Yang salah bukan kondom atau WPS nya. Bisa jadi mereka sudah menawarkan kondom pada setiap aktifitas tamunya. Tapi yang harus kita ingat adalah laki-laki (tamu) itu memiliki posisi tawar yang kuat . Berikutnya, memakai atau tidak menggunakan kondom adalah keputusan akhir dari tamu/laki-laki. Bila sudah berbuntu kepada masalah uang – untung rugi, akal sehat dan nalarnya bisa di kesampingkan. Dan terjadilah aktifitas beresiko. Inilah yang mungkin menjadi  salah satu penyebab kenapa pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS selama ini  belum menunjukan hasil yang menggembirakan dan memuasi semua pihak.


Unsur awal epidemi HIV dan AIDS
Unsur-unsur awal epidemi HIV dan AIDS secara nasional yang berskala besar sering kali di sebut dengan 3M (Man, Money dan Mobile) - laki-laki, uang dan mobilitas., Asumsinya adalah sebagian besar para laki- laki ini adalah karyawan perusahaan. Para pekerja yang bepergian untuk aktifitas bisnis  atau mereka yang bekerja jauh dari rumah dalam kurun waktu yang lama seperti di bidang pertambangan, transportasi , pengiriman barang dengan truk dan pengapalan. Mereka kerap kali terlibat dalam aktifitas berisiko tinggi yang membahayakan diri mereka sendiri, istri, serta keluarganya bahkan anak – anak mereka yang belum dilahirkan.
Menunjuk jumlah laki-laki yang perilaku seksnya berisiko, ditambah lebih dari 50 persen pengguna narkotika dan obat terlarang, maka sebenarnya 17 juta sampai 19 juta orang di Indonesia rawan terpapar HIV dan AIDS. Dan 80 persen dari jumlah infeksi tersebut terjadi  pada mereka yang berusia produktif/usia kerja.
Beberapa tahun yang lalu sudah ada kesepahaman bahwa tempat kerja dipandang sebagai  terobosan  yang efektif dan efisien  untuk mendiskusikan secara terbuka mengenai risiko HIV dan AIDS serta cara-cara untuk menghindari penularannya. Program pencegahan dan penanggulangan di tempat kerja menyerap  biaya yang jauh lebih kecil dan menghindarkan konsekuensi keuangan dan sosial yang lebih serius. KepMen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No:KEP/68/MEN/2004 yang merupakan tindak lanjut dari Komitmen Deklarasi Tripartit tahun 2003  merupakan payung hukum yang  melegakan banyak pihak. KepMen yang diluncurkan pada peringatan Hari Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sedunia pada tanggal 28 April 2004 itu telah mewajibkan perusahaan melakukan upaya pencegahan HIV dan AIDS kepada pekerjanya melalui komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai HIV dan AIDS, termasuk cara-cara menghindari infeksinya.
Workplace Program
Workplace adalah  sebuah program  pencegahan dan penanggulangan HIV dan  AIDS yang di lakukan di tempat kerja. Program tersebut meliputi implementasi dari pemberian informasi, komunikasi dan edukasi tentang HIV dan AIDS serta dampaknya bagi dunia kerja. Dipilihnya workplace program karena tempat kerja adalah lokasi kunci yang secara cepat dan efisien menjangkau dan mendidik.
Diperkirakan bahwa sembilan dari sepuluh orang yang hidup dengan HIV itu bekerja. Tempat kerja memiliki peran penting untuk memainkan upaya yang lebih luas dalam membatasi penyebaran dan dampak epidemi. Workplace program dapat memfasilitasi akses untuk semua pekerja dalam pencegahan HIV dan AIDS, pengobatan, perawatan dan dukungan.
Selain itu juga di tujukan untuk melindungi  mereka yang hidup bekerja dengan HIV dan untuk membantu mereka hidup sehat serta tetap dalam pekerjaannya. Diskriminasi dan stigmatisasi terhadap seseorang yang hidup dengan HIV mengancam prinsip-prinsip dan hak-hak di tempat kerja, dan merusak upaya untuk memberikan pencegahan, pengobatan,perawatan dan dukungan.
Bahkan  Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Drs H.A. Muhaimin Iskandar, MSi telah menyerukan dalam Panduan Pelaksanaan Peringatan hari AIDS Sedunia 2011,: bahwa pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja di integrasikan dalam gerakan pembudayaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam rangka pencapaian Visi : Indonesia berbudaya K3 tahun 2015. Perlindungan pekerja dari bahaya HIV dan AIDS merupakan bagian dari perlindungan K3 di tempat kerja.
Visi Indonesia berbudaya K3 tahun 2015 bukanlah impian bila semua dunia kerja telah peduli dan ikut berperan serta . Dukungan masyarakat pekerja khususnya dalam pencegahan HIV dan AIDS di tempat kerja akan berdampak kepada peningkatan produktivitasnya, efisiensi modal dan biaya, lingkungan kerja yang kondunsif dan ujung-ujungnya  adalah perusahaan akan mencapai keuntungan maksimal dan Keluarga Indonesia sehat pula. arko@kalandara

0 komentar:

Post a Comment

kalandara_org@yahoo.com

Powered By Blogger