Breaking News
Loading...
Sunday, November 2, 2008



Fenomena Angon Bebek

Fenomena Angon Bebek

Kalandara. Semarang sebagai salah satu kota yang kini tengah berbenah dan menuju sebagai kota jasa dan industri banyak melahirkan berbagai dampak dalam masyarakatnya. Dan kadang indikator suatu kota menjadi sebutan kota besar atau metropolitan dapat diukur dari kehidupan malam dan sarana hiburan yang menunjangnya. Meski parameter ini bukanlah suatu yang menjadi benar tetapi berbagai kemajuan yang ada akan melahirkan suatu budaya permisif dan ambang toleransi dari masyarakatnya yang sedemikian besar terhadap hiburan malam . Diantaranya adalah dunia prostitusi, baik itu yang tersentralisasi di dalam suatu lokalisasi , seks jalanan, wisma panggilan atau yang sekedar sebagai side job.

Hal ini tidak dapat terhindarkan adanya karena hubungan sebab akibat dan mereka tumbuh subur karena mekanisme adanya supply dan demand akan kebutuhan syahwat dari penghuni suatu kota besar, mereka sebagian adalah para pendatang yang jauh dari keluarga. Maka cukuplah menjadi alasan bahwa mereka adalah 3M , Men – Money - mobile. Merekalah yang kadang menjadi high risk man (laki-laki beresiko tinggi) dan menjadi penikmat bisnis esek-esek

Bagi mereka yang berada dalam lokalisasi mungkin akan menjadi mudah dalam kontrol kesehatan dan keamanan para wanita penjaja seksual. Karena mereka di kelola secara professional dan di dukung dengan seperangkat peraturan dan hal hal tertentu yang mengaturnya sehingga penyelenggaraan bisnis syahwat menjadi lebih terkendali. Meski tidak menutup adanya peluang tindakan kekerasan yang bisa dilakukan oleh para tamu kepada WPS seperti yang baru baru ini terdengar adanya salah satu WPS yang dibunuh oleh Kliennya seusai kencan.

Namun tidak semua laki-laki dengan mudah mengakses lokalisasi karena letak Lokalisasi Gambilangu dan Sunan Kuning cukup jauh dari pusat keramaian dan pemukiman sementara mereka (kost) atau dari lokasi industri dimana biasanya mereka akan tinggal tidak jauh dari lokasi tempat mereka bekerja. Dan hal ini bukan sebagai faktor kebetulan tetapi memang ditetapkannya lokalisasi di pinggir kota adalah sebagai salah satu upaya mengurangi dampak sosial yang bisa terjadi akibat penyelenggaraan bisnis seks ini. Dan hal ini menjadi salah satu alasan mengapa prostitusi jalanan menjadi marak dan eksis keberadaannya di beberapa ruas jalan di kota Semarang.

Dari kacamata ekonomi, prostitusi jalanan dapat dilihat sebagai usaha yang dilakukan oleh penyaji seks untuk mendekatkan kebutuhan pelanggan (dalam hal ini Klien laki-laki) tanpa harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan kebutuhan libidonya. Disamping itu biaya yang harus dikeluarkan dari kocek para penikmat seks ini menjadi jauh lebih kecil dibandingkan bila mana mereka harus mendatangi lokalisasi.. Karena tarif dari prostitusi jalanan jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan harga bercinta instant di lokalisasi. Dan dunia malam sangat akrab dengan permasalahan sosial seperti, tindakan kriminal, minuman beralkohol bahkan narkoba.

Berangkat dari berbagai hal beresiko yang bisa mengancam keselamatan dari wanita penjaja cinta ini, maka lahirlah “Fenomena Angon Bebek”. Fenomena ini banyak di temui di prostitusi jalanan karena mereka tidak dilindungi oleh mucikari ataupun keamanan informal yang mendukungnya. Angon bebek adalah sebuah istilah atau sebutan kepada laki laki yang memperkerjakan wanita untuk dilacurkan, simbiosisnya adalah suatu hubungan antara wanita penjaja cinta dan seorang lelaki dimana status mereka adalah suami istri yang sah atau hanya sekedar hubungan layaknya suami istri, (istilah bojo-bojoan : jawa). Yang menarik dari hubungan ini adalah awalnya merupakan kebutuhan dari salah satunya untuk kelangsungan prostitusi jalanan. Dimana wanita pekerja seks ini membutuhkan adanya dukungan dan keamanan bila mana mereka mendapatkan masalah. Karena kondisi prostitusi jalanan bukan suatu zona yang terkondisi secara pasti untuk bisa menempatkan wanita penjaja cinta ini melayani klienya dengan aman sepanjang malam. Hal hal yang biasa timbul adalah adanya operasi dari Sat Pol PP, berbagai karakter laki laki yang harus dilayaninya dan faktor tempat yang kadang secara kasat mata bisa menciptkan peluang klien berbuat kekerasan..

Karena posisi tawar dari wanita ini lemah maka peran “Sang Pengangon” ini yang bisa menyelesaikan permasalahan di jalanan. Para pengangon akan mengawasi keberadaan istri mereka yang tengah bekerja sepanjang malam. Bahkan di dalam operasi penertiban yang bisa menempatkan wanita ini dalam suatu penampungan Dinas Sosial dan karakter mereka sangat tidak menyukai keadaan tersebut bila harus menjalani pembinaan sehingga sang pengangon akan berupaya secara cepat untuk bisa mengeluarkan dan harus ditebus dengan uang. Alih-alih dengan berbekal surat kawin dan kartu KK pun terkadang membuat proses ini menjadi lebih mudah dan murah sekaligus cepat.

Peran para pengangon pun tidak sekedar dari sisi pengamanannya tetapi dari segi kesehatan para istrinya mereka sangat memperhatikannya. Biasanya dari mereka ada yang membekali kebutuhan obat, seperti antibiotik, analgetik suplemen kesehatan dan kondom yang mereka tempatkan di bawah jok motor. Dan mereka akan merawat dan menjaga kesehatan dari istrinya dengan memeriksakan ke dokter langganannya. Sehingga hubungan unik ini tidak sekedar berlatarbelakang bisnis saja tetapi beberapa dari mereka terkdang memandang diri mereka sendiri sebagai keterpaksaan menjalani dunia prostitusi. Bahkan mereka ada yang bercita-cita akan berhenti setelah cukup mengumpulkan modal untuk usaha lainya. (Ar Kld-1).

0 komentar:

Post a Comment

kalandara_org@yahoo.com

Powered By Blogger